Selasa, 28 Agustus 2012

Wisata Kampung "Geraba" di Danau Sentani


Wisata Kampung "Geraba",Di Tengah Danua Sentani
                                                                  ***Fonsa***
Ternyata Sentra Geraba,tidak hanya ada di Bantul,Yogyakarta,Ada juga di Papua.
Menuju  kampung Abaar,kampung geraba.Kala matahari belum mau beranjak,masih  tertutupi awan hitam,hujan gerimis di Senin,2 juli-lalu,dengan mengenderai sepeda motor,dari  waena-menuju Dermaga Kampung Yahim-Sentani,Kabupaten Jayapura-Papua.Dermaga ini merupakan dermaga  penyebrangan untuk ke beberapa kampung lainya.
Untuk ke Kampung Abaar,harus mengunakan perahu. Abaar..abaarrr..,langsung jalan”tawar  Carlos Doyapo,si pemilik perahu ketinting,”di ujung dermaga.
**Tiga puluh menit,perjalanan menuju Abaar.Hamparan danau sentani bagaikan gelaran permadani  yang dipagari  gugusan bukit-bukit. Di sebelah  barat,hujaunya rumpun hutarn sagu,serasa bersahaja.
Sesekali, burung-burung berbulu putih,menceburkan diri ke air danau.Atraksi burung penjaga danau ini,turut menghilangkan rasa penat perjalanan.Melewati kampung,Ifale,Putali,Kensio,Yohiki,jam menunjukan pukul 10.30,sampailah di kampung sentra pembuat geraba,Kampung Abaar,Distrik Ebum Fauw,Sentani Tengah,Kabupaten Jayapura.
Bangunan Gereja besar,seng bercat biru,kelihatan megah,Salib besar menjulang tinggi di atas bukit,didirikan di atas sempe,tempayan  berukuran besar,menjadi lapak dasar pijak Salib.
Dari dermaga Abaar,sebelum memasuki kampung,kita langsung berhadapan dengan tembok Gereja diukiri tifa,motof-motif suku sentani,ada pula miniatur lainya berbahan tanah liat, bernuansa suku Sentani.Kesemua bentuk,ukiran  tentu memiliki makna dan Filosofi hidup mereka.   
Sedang mengamati  ornamen-ornamen tersebut.Datang seorang lelaki bertopi hitam,bertubuh tinggi datang  menghampiriku.Ternyata dia,Yonas Doyapo yang juga Kepala Kampung Abaar. Baru pertama kali saya ke Kampung itu,satu yang  saya cari di mana  tempat pembuatan gerabah??Langsung saja kami menuju tempat pembuatan Geraba,letaknya di atas kaki bukit.Terlihat sebuah tungku berukuran besar,bertembok bata,bertumpuk bata-bata yang belum di Openni.
Tak jauh dari Pembakaran bata(Open)menurut Yonas yang juga ketua pengrajindi kampung  Abaar,terdapat sebuah ruangan berukuran 4x7 meter,berlantai tanah,berdinding papan.Dalam ruangan sederhana ini,tampak seorang ibu, sedang menjejerkan hasil karya pengrajin setempat pada rak-rak terbuka seperti: asbak,pot bunga,sempe,tungku tanah liat,meja, kursi sepasang(1 meja dan 4 kursi bebentuk bulat,terpolesi motif sentani,menambahkan kekhasan Papua.
Tempat ini “Kios geraba kampung Abaar”.Di teras kios inilah mereka biasanya megaduk adonan tanah liat dan menempanya menjadi berbagai bentuk kerjaninan.
Hasil kerajinana di jual dari  harga Rp 5000-200.000;itu untuk ukuran asbak,pot bunga ,sempe dan Tungku. SedangkanSatu set Meja,kursi Rp5 juta lebih.
Terkait pemasaran.Mereka belum memiliki pasar tetap. Biasanya dibawa ke pasa sentani atau ikut pameran di Festival Danau Sentani.Belum pernah pameran keluar.”Kalau ada pesanan,kami buat di sini.Kalau tidak,kami buat dan taru di kios saja.Nanti yang butuh mereka datang ke sini”Ujar mama Yohana.
Boleh dibilang pekerja geraba musima.Saat ada pesana baru mereka buat.Masih dijadikan pekerjaan sambilan.Padahal di kampung ini sangat berpotensi  jika diseriusi.Pasti memiliki pasar.Gerabah asal kampung Abaar, tak diragukan lagi kualitasnya.Nyatanya beberapa kampung,di Jayapura  seperti :Nafri,Enjros,Tabati,Skow sering membeli sempe di kampung Abaar.Beberapa bulan lalau,kata Yonas di kampungnya kedatangan pembeli dari Sorong,hanya untuk membeli sempe.
****Tahun 2010,mereka(kelompok pembuat geraba)pernah mengikuti pelatihan di Manado dengan membawa sampel tanah liat.Rupanya berkualitas setelah diuji.Dan bisa  memproduksi produk-produk lain,seperti genteng,batu bata.
Namun saya, pengalaman yang  pernah dipraktekkan di sana urung direalisasikan.Karena untuk membuat genteng,bata jelas  membutuhkan  peralatan.Harga Exruder mesin pengaduk tanah,harga Jakarta Rp 75 juta,yang harus dibeli di Jakarta.Berarti mesin seperti itu tidak ada di sini?Ya.”Tutur ....kepada suara Perempuan Papua.
             Pernahkan kampung Abaar mengusulkan  bantuan berupa mesin kepada Pemerintah?,”Sudah,tapi sampai detik ini,kami masih gunakan kaki dan tangan kami”dengan raut sedikit syukur kepada Tuhan,meski tak diberi mesin,tangan mereka masih bisa mengaduk  tanah liat menjadi sebuah hasil karya layaknya buatan mesin.*****
Kerap orderan bata,genteng berdatangan mencapai ribuan.Namun,sayang belum bisa di penuhi.Ya, itu tadi tidak ada mesin pemembantu.Agar bisa berproduksi dalam jumlah banyak.****
Walaupun demikian,mereka mampu membuat pesanan berjumlah ratusan.Terkait pemasaran.Belum dipasarkan secara teratur,belum ada pasar  tetap.Promosi lewat Gereja.Selain itu,biasa mereka menjual di Pasar sentani atau di pajang di kios.
~~~**Hari  itu juga,sebanyak 75 sempe,dinaikan ke atas perahu. Sempe-sempe ini pesanan dari wisata rohani yang sebelumnya berwisata ke kampung Abaar.Per-sempe dihargai Rp 50 ribu.
~~~Memang tidak semuda yang kita bayangkan,asal  jadi,tidak demikian.”Kitong harus  sabar,tanah sebelum jadi sempe,tong harus injak-injak tanah,kalo ada batu,dibuang,begitu  sampe trada batu  baru kita mulai buat sempe,sampai proses  pembakaran  selama 9 jam.          Semua pekerjaan secekil apapun itu,mesti kerja dengan hati,niat yang baik,sabar pasti jadi baik.maka hasil akhirnyapun  pasti baik”Jelas  kepala kapung abar,berdialge Sentani,mengahiri perbincangan kami.
***Kampung  Abaar  terletak di ketinggian 5 meter dari air danau. Kampung ini,jauh dari hiruk pikuk,kebisingan suasana kota.Aktivitas nelayan menjaring,pemangkur sagu,berbaur  sejuknya semilir angin menyesap  dalam suasana  hening...ikut memanjakan  mata  menerawang  mengintari  rumah-rumah yang mengapung di kampung-kampung tetangga,sesekali kepulan asap menembus atap rumah menjadi   suguhan lukisan alam  yang  seketika larut dalam  rasa ikut menentramkan jiwa.
         Bagi mereka yang ingin berkunjung ke kampung Abaar,cukup membayar ongkos Rp 10.000,pergi pulang.Sekaligus berwisata.Jangan bilang  tahu kampung Abaar,tapi belum pernah menginjakan kaki  di kampung  pembuat Geraba ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar