Medan yang sulit dan mahalnya biaya
transportasi (pesawat) membuat masyarakat akhirnya harus berjalan kaki
dari Kobakma Ke kota Wamena.
Medan yang sulit menjadi salah satu
faktor tingginya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dan pemerintah
untuk mencapai Kobakma, Ibukota Kabupaten Mamberamo Tengah. Hal itu,
sangat berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Sehingga dibutuhkan langkah-langkah cerdas untuk mengatasi kesulitan
ini.
Belum lama ini, Tabloid Suara Perempuan Papua,
berkesempatan mengunjungi Kobakma melalui Wamena, masih segar dalam
ingatan ketika itu Hari Selasa, cuaca terlihat baik karena jejeran
pegunungan Cartenz yang terletak membujur mengelilingi “Baliem Valey”
terlihat jelas, hijau membiru, meski sesekali di bagian puncak gunung
terbungkus awan. Di balik kokpit, Pilot Heri tengah melakukan
persiapan untuk penerbangan, terlihat kedua tangannya sedang
mengotak-atik perlengkapan, sambil sesekali tangannya diangkat di dekat
wajahnya untuk melihat jarum jam. Kontak dengan petugas jaga di
lapangan terbang Kobakma terus dilakukan untuk memastikan bahwa pesawat
dapat diterbangkan.
Beberapa menit kemudian, pesawat terasa bergerak menuju landasan pacu.
Getaran kuat sangat terasa, pesawat sedang dikonsentrasikan untuk
lepas landas. Selang beberapa detik kemudian kami pun sudah
mengangkasa. Terlihat pemandangan Kota Wamena yang semakin asri.
Bentangan alam dan kebun-kebun penduduk serta letak kontur Tata kota
Wamena yang semakin bagus. Tampak kemajuan pembangunan pasca
terpilihnya John Wempi Wetipo dan John Banua menjadi Bupati dan Wakil
Bupati di daerah itu.
Dari Wamena ke Kobakma, ditempuh selama
15 menit. Saat berangkat jarum jam menunjukan pukul 09.00 pagi,
sehingga dalam perhitunganku hanya dalam waktu tersebut pesawat yang
kami tumpangi sudah mendarat di Kobakma. Landasan pacunya jika
diperhitungkan tidak lebih lebar dari panjang lapangan sepak bola.
Cukup untuk penerbangan pesawat jenis cesna, sepeprti yang kami
tumpangi pagi itu.
Pesawat menjadi satu-satunya sarana
transportasi utama, cepat, dan mahal. Mahal karena untuk menggunakan
pesawat ini, biasanya dikenakan ongkos sewa yang terbilang sangat
mahal. Sebab untuk sekali penerbangan dari Wamena-Kobakma ongkosnya
dapat mencapai Rp 25 juta. Itu pun untuk sekali terbang jika bolak
balik maka duakali lipat harganya. Tak heran hanya pejabat daerah saja
yang dapat menggunakan pesawat untuk urusan dan berbagai keperluan
pemerintahan. jika untuk urusan biasa maka jalan kaki adalah pilihan
yang mau tidak mau harus ditempuh.
Dari Kobakma ke Wamena atau sebaliknya
memang belum ada jalan darat yang mulus, meski dapat ditembus oleh
kendaraan jenis L200 namun hanya sampai di Yalimo. Tentu saja hal itu
disebabkan kondisi medan yang sangat sulit. Letaknya di kemiringan
jurang terjal dan kadang harus melalui sungai yang lebar dan berada di
belantara hutan yang sangat lebat.
Kondisi ini, tentu saja butuh kerja
keras dan perhatian serius dari pemerintah untuk membuka atau menerobos
isolasi daerah guna menjangkau masyarakat yang hidupnya
terpencar-pencar dan jauh di tengah belantara.
Karena kesulitan transportasi seperti
ini, makanya tidak heran jika masyarakat harus rela berjalan kaki
ratusan kilometer untuk mencapai kota Wamena. Wamena memang telah
menjadi pusat san sentral perputaran seluruh roda perekonomian di
wilayah pegunungan Tengah Papua. Jauh sebelum ada Kabupaten-kabupaten
baru yang lain, Wamena adalah Ibukota induk dan menjadi pusat aktvitas
kegiatan masyarakat dan pemerintahan. Wamena juga menjadi titik jangkau
yang mudah dijangkau dari berbagai arah, sehingga meski berjalan kaki
ratusan kilometer, Kota Wamena pasti dapat dijangkau, meski harus
melewati lembah, mendaki bukit dan menyusuri lembah-lembah.
Dari Wamena ke Kobakma untuk ongkos
pesawat biasa harganya bisa mencapai Rp 2,5 juta/orang sedangkan dari
Kobakma-Wamena relatif murah, Rp 350 ribu/orang. Biasanya untuk
menentukan harga tiket pesawat dilakukan sesuka hati para pilot atau
awak pesawat karena situasi yang serba sulit dan tidak ada alternatif
lain, sehingga disinilah pertaruhan harga menjadi satu-satunya pilihan
yang tidak bisa ditawar-tawar oleh calon penumpang pesawat.
kondisi ini dipandang sangat menyiksa,
apalagi jika warga yang punya uang, atau jika ada uang tapi sangat
sulit mengaskses penerbangan karena harus membayar mahal untuk sekali
penerbangan dengan ongkos sewa pesawat yang terbilang gila-gilaan.
Meski sulit secara ekonomi untuk
memanfaatkan jasa penerbangan, namun keterbatasan ini tidak menyurutkan
semangat hidup warga di Kobakma untuk tidak menikmati pembangunan.
Meski cukup jauh namun aktivitas perekonomian warga tetap berjalan
meski dalam skala tradisional, karena ada hari-hari yang dikhususkan
untuk berjualan. Biasanya mereka menyebutnya dengan hari pasar. Hari
pasar di sana berlangsung pada Selasa, Kamis dan Sabtu. Pada hari-hari
seperti ini biasanya ibukota distrik sangat ramai dikunjungi warga,
mereka melakukan transaksi untuk berbagai keperluan dan umumnya hanya
untuk memenuhi kebutuhan pokok (makan, minum dan pakai).
Dalam perspektif orang di luar mereka
perjalanan panjang dengan berjalan kaki dari dan kembali ke Kobakma
merupakan sebuah penyiksaan yang maha berat. Tapi justru terbalik
dengan warga asli Kobakma atau mereka yang saat ini bertugas disana,
berjalan kaki adalah hal yang paling murah dan dapat menghemat
pengeluaran hingga jutaan rupiah. Bisa dibayangkan mengeluarkan uang
jutaan rupiah untuk waktu yang singkat dalam sekali penerbangan,
misalnya 15 menit dari Wamena dan 40 menit dari Jayapura. Sudah begitu,
pesawat pun tak rutin menyinggahi Kobakma, dalam sebulan barangkali
hanya sekali penerbangan normal, jika dikunjungi pesawat beberapa kali
maka tentu saja pesawat tersebut sedang di sewa. Biasanya oleh Pejabat
Pemerintah atau oleh misi pelayanan gereja atau oleh para peneliti atau
dari organisasi non pemerintah lainnya.
Umumnya Kobakma dilayani oleh pesawat
berukuran kecil seperti cesna, pilatus porter, ataupun twin otter dari
maskapai penerbangan sipil seperti AMA, MAF dan Yajasi.
Harga Barang Selangit
Kesulitan geografis menjadi salah satu
penyebab tingginya harga barang di Ibukota Kabupaten Mamberamo Tengah,
Kobakma. Betapa tidak, untuk mengangkut berbagai barang kebutuhan baik
untuk keperluan aparat pemerintah maupun untuk kebutuhan masyarakat
maka mau tidak mau harus diangkut melalui udara. Tentu saja hal ini
membutuhkan biaya tinggi sebab belum ada jalur transportasi darat yang
dapat menghubungkan Kobakma dengan Wamena sehingga berbagai barang
kebutuhan rakyat dapat diangkut melalui jalur transportasi darat.
Seperti telah diceritakan diatas bahwa
hanya pejabat daerah dan pelaku bisnis yang dapat menggunakan pesawat
dengan patokan harga sewa hingga menembus puluhan juta rupiah. “Tak ada
penerbangan tetap sehingga penerbangan dari Wamena dan Jayapura
biasanya dicarter pejabat atau kebutuhan bisnis bisa mencapai Rp 25-27
juta, sekali terbang”, ujar Harun, Kapala Distrik Kobakma.
Menurutnya, kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan primer masyarakat. Tak heran
harga kebutuhan ekonomi di Kobakma, tergolong mahal. misalnya untuk
satu kilo gula pasir mencapai Rp 50 ribu, beras 1 kg Rp 30 ribu, dan
minyak tanah Rp 20 ribu per liternya.
Memang sangat sulit dan bisa
dibayangkan betapa harga barang menjulang tinggi. Meski tergolong
sangat tinggi namun harus dibeli karena tidak ada lagi alternatif lain.
Disisi lain masyarakat tetap melakukan
aktivitas jual beli seperti biasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan berjualan hasil-hasil kebun mereka seperti sayur-sayuran (
buncis, kol, sawi); ubi jalar, keladi, pisang, pepaya, sagu, kacang
tanah dengan harga yang relatif murah dan dapat dijangkau oleh pembeli
yang umumnya adalah masyarakat biasa dan para pegawai kecamatan.
Meski demikian, Kobakma pun memiliki
potensi yang luar biasa, dimana secara ekonomi ia menjadi daerah yang
sangat subur dan dapat dijadikan sebagai sentra produksi sayur-mayur,
karena dari Kobakma ada sejumlah sayuran yang dijual ke Wamena dengan
menggunakan pesawat.
Misalnya seperti yang dilakukan oleh
Adelina, (nama samaran)meskipun bukan pebisnis kelas kakap namun ia
cukup paham dengan peluang-peluang bisnis yang dapat digarap meski
hanya skala kecil. Kepada media ini ia mengaku bahwa dari berjualan
hasil kebun ia mampu menopang kebutuhan rumah tangganya. Ia bahkan
meluaskan jaringan bisnisnya dengan mendatangkan pinang dari Wamena dan
Jayapura, dan dijualnya dengan harga spesial di Kobakma, dan tentu saja
dari hasil penjualannya itu dirinya dapat dengan leluasa keluar masuk
Kobakma untuk urusan bisnis.
Sementara itu, Kepala Distrik Kobakma,
Harun Pagawak, dalam sebuah perbincangan dengan TSPP mengatakan bahwa
kondisi medan di Kobakma cukup sulit, sehingga sering menjadi kendala
dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. namun dari kondisi
tersebut dirinya tetap melayani berbagai kebutuhan masyarakat dan
menjadi menghubung bagi berbagai kepentingan pemerintah di distrik.
Ia juga sangat berharap agar
kedepannya Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah dapat berusaha keras
untuk membuka isolasi daerah dengan membangun jalan tembus Kobakma –
Wamena, dan bekerja sama untuk merintis masuknya penerbangan reguler
sehingga dalam sebulan atau seminggu minimal ada beberapa kali
penerbangan keluar masuk Kobakma. “kami berharap demikian khusus untuk
pesawat agar dijadwalkan sehingga memudahkan pelayanan pemeritahan
kepada masyarakat”, papar Pagawak.
Menurutnya, jika ada transportasi yang
baik tentu saja akan mendorong peningkatan ekonomi masyarakat di
Kobakma, khususnya transportasi darat.
Merindukan Angkutan
Sementara itu, ika, (25 tahun)
perempuan asli Kobakma yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di Kobakma kepada TSPP bercerita ketika ia hendak ke Kobakma dari
Wamena menggunakan mobil angkutan jenis L200,dengan ongkos perorangnya
Rp 100 ribu dari kota Wamena ke Pasfale bersama beberapa teman
kerjanya, sampai di Pasfale Kabupaten Yalimo, lalu melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki mengikuti jalan setapak, mendaki bukit,
lereng dan menyeberangi sungai yang lebar. Biasanya mereka berangkat
pagi sampai di Kobakma malam, seharian penuh berada di belantara hutan
menapaki bukit, dan menuruni jurang terjal dan lebah sepanjang
perjalanan menuju Kobakma.
Saat liburan berakhir Ika dan
teman-teman harus kembali dengan cara yang sama, karena ongkos tiket
dari Wamena-Kobakma Rp2,3 juta.” harga segitu terlalu mahal jadi saya
dan teman-teman, kita memilih jalan kaki saja”kenang ika. Harga tiket
dari Kobakma-Wamena Rp 350 ribu. Dari wamena ke Kobakma mahal”saya dan
teman-teman lebih memilih jalan kaki saja”ujar wanita asal Kelila ini.
Ika berharap agar ada jalan tembus-ke
Kobakma sehingga tidak lagi ikut jalan setapak ditengah hutan.Jalan
tembus ke kobakma supaya kita bisa naik angkutan sampai di kobakma.